Wednesday, December 23, 2009

‘Sang Pemimpi’ – sebuah inspirasi

“Atook ooh Atook”....suara itu tiba-tiba saja membelah keheningan pagi...itu suara telepon genggamku saat ada sebuah pesan singkat masuk. Pesan singkat dari pacarku, memberi tahu kalau film Sang Pemimpi sudah tayang di bioskop. Sang Pemimpi...itu film yang sempat kami bahas beberapa malam sebelumnya. Awalnya aku tidak antusias mendengarnya...terlebih karena itu adalah sequel dari film Laskar Pelangi. Bukan apa-apa..karena kebetulan aku tidak pernah melihat film Laskar Pelangi.

“Kamu kan pinter, kamu harus nonton film itu”, ujar pacarku beberapa malam sebelumnya saat ia berusaha meyakinkan ku untuk menonton film itu. Dalam hati aku berfikir...”kenapa juga harus pakai penekanan kata ‘pinter’..padahal aku tak pernah merasa diriku pintar. Akhirnya di suatu Sabtu yang sangat terik, kami pun menonton film Sang Pemimpi.

***

“Sang Pemimpi, sebuah inspirasi”, rasanya predikat ini sama sekali tidak berlebihan. Film yang dilahirkan dari novel karya Andrea Hirata yang digarap cukup apik oleh Riri Riza akhirnya membuat saya terpukau.

Bagian awal film ini diawali oleh kisah Ikal dewasa yang ‘terdampar’ di kota Bogor, bekerja di kantor Pos, dan tinggal di sebuah kamar kos kumuh di pinggir sungai Cisadane. Bagian awal ini benar-benar menyita perhatian saya, karena semua pengambilan gambarnya di Bogor...kota kedua ku setelah Bandung. Saya mengenal hampir semua tempat dimana adaegan-adegan dibuat. Terlebih lagi karena saya menunggu tayangan motor ‘butut’ milik teman kantor yang disewa sebagai properti di film ini, sebuah Astrea Grand keluaran tahun ’98. Haha...saya ngakak saat motor itu tampil di layar, walaupun tidak lebih dari 3 detik saja.

Lalu ceritapun beralih ke masa dimana 3 tokoh utama dari film ini yaitu Ikal, Arai, Jimbron melewati masa kecil dan masa remaja mereka di SMA. Awal bagian ini agak membuat jenuh, dengan alur cerita yang agak lamban hampir saja membuat bosan. Tapi untungnya Riri Riza berhasil memasukan ‘sentuhan-sentuhan’ unik yang sedikit mengobati kebosanan.

Kisah ini berlanjut dan bercerita bagaimana petualangan ketiga sahabat pada saat mereka mengenyam pendidikan mereka di SMA. Dengan kondisi ekonomi keluarga yang sangat terbatas, mereka tetap semangat untuk terus belajar sambil bekerja peruh waktu di pelabuhan. Hingga kisah mereka berakhir di Bogor, melanjutkan sekolah di Universitas Indonesia, hingga akhirnya mendapat kesempatan untuk melanjutkan pendidikan di eropa.

Salah satu karakter sentral dari film ini adalah Arai, anak yatim piatu yang akhirnya diasuh oleh keluarga Ikal. Rendy Ahmad memainkan perannya dengan sangat baik sebagai karakter Arai. Arai adalah sosok anak kampung yang tengil namun berhati emas, berfikiran besar. Arai terkesan sering bertindak aneh dan bodoh, tetapi selalu ada alasan mulia dibalik itu semua.

Sosok Arai memberikan pelajaran berharga bagi saya bahwa jangan pernah melihat satu masalah dari satu sisi. Terkadang sesuatu yang terlihat buruk dimata kita, justru memiliki tujuan mulia di dalamnya. Ini diperlihatkan dalam satu adegan dimana uang hasil tabungan bersama milik Arai dan Ikal, akhirnya Arai belikan terigu dan alat pembuat kue. Bagi Ikal, ini benar-benar tidak masuk akal. Tetapi Arai memang seorang ‘seniman’, ternyata ada tujuan yang sangat mulia dibalik itu...Arai ingin membantu seorang janda agar bisa berjualan kue dan tidak meminta-minta lagi kepada tetangga.

Sebenarnya saya tidak sedang ingin menceritakan bagaimana isi dari film ini, atau bagaimana film ini digarap. Tetapi saya ingin berbagi inspirasi yang saya dapatkan dari film ini. Banyak pesan-pesan moral positif yang kita bisa dapatkan dari film ini.

Hal paling berkesan yang saya dapat adalah ‘jangan parnah takut bermimpi’. Gantungkan lah mimpi itu setinggi langit. Satu kutipan luar biasa di film ini adalah kata-kata dari Bang H. Rhoma Irama, yaitu ‘masa muda, masa yang berapi-api’..benar-benar pas dengan tema film ini.

Pesan moral lainnya adalah tentang persahabatan. Sosok Arai yang urakan tetapi ternyata juga memiliki hati yang lembut. Jimbron adalah pecinta berat kuda, dan Arai tahu betul itu. Dikisahkan di salah satu bagian film ini, bagaimana akhirnya Arai berhasil meminjam kuda kepada salah seorang terpaandang di Belitong hanya untuk sekedar membuat Jimbron bahagia, menemukan impian nya. Sejak kecil Jimbron selalu berangan-angan untuk bisa menunggangi seekor kuda, walaupun sejak kecil ia hanya melihat kuda dari layar kaca, film Lone Ranger yang diputar TVRI di tahun 80an. Terlihat bagaimana Arai benar-benar seorang sahabat sejati.

Jimbron juga sosok sahabat yang luar biasa. Selama mereka sekolah, Jimbron menabungkan uang hasil kerjanya di pelabuhan kedalam 2 buah celengan kuda, isinya sama rata. Celengan inilah yang akhirnya menjadi bekal bagi Ikal dan Arai untuk pergi ke Jakarta, melanjutkan kuliah di Universitas Indonesia.

Banyak hal lain yang menginspirasi dari film ini, inspirasi bagi pola fikir dan sikap. Saya sarankan anda untuk menonton film ini, ini sebuah film sederhana yang luar biasa..syarat akan pesan moral yang positif. Saya sedikit menyesal mengapa film ini tidak dibuat sejak dulu saat saya masih di bangku kuliah...:). Bahkan film ini juga menginspirasi pacar saya agar saya melanjutkan sekolah S3 ke luar negeri. Ah...sebuah ide yang belum pernah saya fikirkan dengan serius seblumnya, tetapi kini jadi sesuatu yang mulai ‘mengkontaminasi’ fikiran saya..lagi-lagi karena film ini.

Terima kasih kepada film Sang Pemimpi yang telah menginspirasi, dan kepada ayang yang telah mengajakku menonton film ini.

Salam

Friday, December 18, 2009

Saat antariksa kembali dilahirkan


Menemukan blog-blog lama, membaca tulisan-tulisan tangan sendiri, serasa menemukan sebuah harta karun kecil yang telah lama hilang. Salah satunya adalah 'the SPACE'. Blog iseng-iseng yang akhirnya 'dilahirkan' kembali...karena sayang untuk dibuang.

http://dulwadulspace.blogspot.com/

Semoga ada yang menarik disitu...

Thursday, December 17, 2009

Metamorfosa?

Lucu saat tiba2 saja saya menemukan blog lama saya di Blogspot.com...

Ahh...tern
yata saya pernah mempunyai setidaknya 2 blog yang hampir sama isinya. Ada cerita dibalik mengapa terdapat 2 blog yang kurang lebih hampir sama. Seingat saya dulu ada jeda waktu dimana sempat terjadi kevakuman dalam mengelola blog.

Penyebabnya karena saya lupa cara login ke akun pertama saya....akhirnya sayapun membangun Blog kedua (yang aktif saat ini).

Satu hal yang membuat saya tersenyum sendiri...adalah perubahan pola penulisan dan gaya bahasa sejak post pertama saya hingga post terakhir ini. Sungguh sebuah metamorfosa....bahkan boleh dibilang cukup drastis.

Izinkan saya se
kedar berbagi blog lama tersebut:

http://herdianyu.blogspot.com/

Semoga berkenan

Apakah??

Semuanya terbersit begitu saja saat membuka lembaran-lembaran foto dalam bentuk digital seorang kawan yang baru saja melaksanakan sebuah kewajiban mulia...menikah. Termenung sejenak...tersenyum sesaat...lalu kemudian dahi ini rasanya mengerenyit saat sebuah fikiran begitu saja muncul tanpa permisi...kisah perjalanan hidup yang menarik dari sang kawan (dan saya beruntung bisa menjadi salah satu saksi perjalananya).

Kadang jika kita memberikan kesempatan diri kita untuk merenung tentang perjalanan hidup...kita dapat menemukan sebuah 'alur cerita'...sebuah 'arahan' yang mungkin tidak terlalu nyata, akan tetapi dapat dirasaakan.

Pikiran yang sebenarnya berkecamuk tanpa pola ini akhirnya bermuara pada sebuah pertanyaan (yang lagi2 terbersit) yaitu: Apakah hidup ini benar-benar berisi pilihan-pilihan? Apakah hidup ini benar-benar berisi pilihan-pilihan, atau sebenarnya kita tidak pernah benar-benar memilih...karena kita sebenarnya telah di'takdirkan' untuk memilih suatu pilihan tertentu?

Kita pasti masih ingat misalnya bagaimana dulu saat kita memilih untuk sekolah/kuliah di suatu tempat, itu adalah momen yang sangat penting dalam hidup kita. Saat itu kita berada pada sebuah persimpangan...dimana kita harus memilih...ambil kesempatan sekolah itu..atau tidak...atau cari tempat lain. Sebagian besar dari kita pastinya setuju bahwa di titik itulah akhirnya yang menentukan alur kisah hidup kita selanjutnya.

Tentu sebagian dari kita pernah berfikir seandainya dulu kita memilih pilihan yang berbeda...apakah hidup kita saat ini akan berbeda? Jawabannya pasti iya. Tetapi...kembali ke pertanyaan tadi...apakah saat itu kita benar-benar memilih...apakah kita benar-benar 100% sebagai penentu pilihan itu? Ataukah sebenarnya kita sudah 'diarahkan' (bahasa yang lebih ringan dibanding 'ditakdirkan')untuk memilih pilihan itu? Inilah pertanyaan besarnya.

Ataukah ada kemungkinan lain yaitu bahwa akhir, tujuan, ujung, muara hidup setiap dari kita sudah digariskan langit...ditentukan oleh sang Khalik? Konsekuensinya adalah bahwa kita tetap diberi prerogatif menentukan pilihan...akan tetapi apapun jalan yang kita tempuh kita akan berakhir di tempat yang sama.

Analogi sederhana nya jika saat melakukan perjalanan dari Bandung menuju Jakarta...kita dihadapkan pada 2 pilihan transportasi, bis dan kereta. Tak peduli apapun pilihan yang kita ambil, akhirnya kita tetap akan sampai di Jakarta...hanya pengalaman perjalanan lah yang berbeda.

Kembali ke fenomena kisah seorang kawan di awal tulisan ini...beberapa waktu ke belakang dia dihadapkan pada sebuah pilihan dalam pekerjaannya. Pilihan yang pertama adalah pilihan sederhana....yaitu terus bekerja di tempatnya sekarang.  Sedang pilihan kedua adalah berhenti bekerja, kemudian mendaftar di tempat yang baru dan terus berusaha mendapatkannya walaupun sulit.

Sang kawan memilih pilihan yang kedua...sebuah pilihan yang tidak mudah. Setelah mengenal kawan tersebut cukup lama...hingga saya mengenal karakternya...keputusan yang dia ambil untuk mengambil pilihan tersebut boleh dibilang cukup mencengangkan. Tetapi, saat itu seakan ada sebuah energi besar...sebuah 'tarikan' yang membuat sang kawan terus berusaha mengambil pilihan kedua tersebut. Hingga akhirnya pilihan itu berhasil dicapai. Tidak lama setelah itu, sang kawan akhirnya menemukan pendamping hidupnya disana....sebuah proses yang cepat dan sederhana.

Pertanyaannya: darimanakah energi besar tadi berasal? Apakah memang sang kawan 'diarahkan' untuk mengambil pilihan sulit tersebut? Apakah itu sudah menjadi kehendak langit...karena memang ternyata disitulah akhirnya dia menemukan sebuah muara? Entahlah...terlepas dari itu semua...saya merasakan adanya sebuah 'campur tangan' besar yang mengarahkan agar semua proses itu terjadi.

Ataukah kemungkinan lainnya, sebenarnya semuanya adalah sebuah pilihan bebas...tanpa batasan...dengan sejuta kesempatan serta kemungkinan tanpa batas?

Jadi ada 3 kemungkinan skenario yang muncul disepanjang renungan ini, yaitu: (a) kita tidak pernah benar-benar memilih, melainkan sudah 'diarahkan' untuk memilih suatu pilihan; (b) apapun pilihan kita...kita akan tetap sampai di tempat yang sama, karena tujuan akhir dari masing-masing kita telah ditentukan; (c) semuanya bebas dipilih dengan segala kemungkinan nya.

Tentunya ada pilihan-pilihan yang sudah dapat diprediksi hasilnya jika kita mengambilnya. Misalnya mencuri, kemungkinan sangat besar nya adalah kita berakhir di penjara. Dan pilihan-pilhan seperti ini tentunya tidak masuk dalam ruang lingkup renungan ini.

Entahlah, mungkin tidak ada jawaban untuk pertanyaan ini. Akan tetapi..pilihan apapun yang kita ambil kita harus mensyukurinya dan menjalaninya dengan sebaik-baiknya. Apapun arah jalan yang kita ambil akan memberikan pengalaman yang spesifik bagi masing-masing dari kita..dan disitulah setiap dari kita mengecap pengalaman-pengalaman yang pasti berguna, sebagai bekal perjalan kita selanjutnya atau di tempat tujuan akhir kita.

*Alhamdulillah...di jalan ini akhirnya aku menemukanmu....L.I.W.